19 November 2008

Setahun Belajarnya Hanya Sebulan, Usia 12 Tahun Raih Gelar ‘MBA’

Perjalanan Bersama Telkomsel ke
Pulau Sebakatan, Mamuju Sulbar (bagian-2/habis)

Dengan kondisi kehidupan masyarakat atau penduduk di Pulau Sebakatan yang bisa dikatakan cukup makmur tersebut, ternyata ada salah satu sisi kehidupannya yang cukup menarik perhatian para pendatang, khususnya Post Metro bersama rombongan Telkomsel yang sempat berada di pulau tersebut sejak tanggal 26-28 Juni 2008 lalu.

Seperti yang diketahui, pulau Sebakatan yang hanya terdiri dari 400 jiwa ini, hanya memiliki 1 gedung sekolah saja. “Gedung sekolah yang ada du pulau ini (Sebakatan, Red) hanya sekolah SD saja. Muridnya hanya sekitar 50 orang. Sekolahnya pun hanya sebulan saja dalam setahun,” ungkap Kepala Desa Simborok Kepulauan, Muhammad Albar.

Dijelaskan, para murid yang belajar di gedung sekolah yang hanya terdiri dari 2 kelas dengan perlengkapan belajar mengajar seadanya tersebut, hanya dididik oleh 1 orang guru. “Anak-anak
yang bersekolah di pulau ini, sekolahnya hanya 1 bulan dalam setahun. Ketika awal tahun ajaran baru dan pada saat ujian kenaikan kelas atau lulus-lulusan,” ujar dia.

Mengapa demikian? “Karena jarang ada guru yang mau mengajar di kepulauan ini. Murid di sini pasti naik kelas, karena kalau tidak naik nanti orang tuanya malu. Jadi, apabila mereka (murid, Red) ingin melanjutkan sekolah di Sulawesi atau Balikpapan, pasti tidak akan mampu untuk mengikuti pelajarannya. Anak-anak di sini sangat ketinggalan. Maka tak heran jika anak kelas 5 SD belum bisa membaca,” jelasnya yang menambahkan, kalau sedang tidak sekolah, anak-anak di Pulau Sebakatan hanya mengaji dan belajar membaca Al-Quran saja.

Walaupun belajarnya di sekolah hanya 1 bulan dalam setahun namun di usia rata-rata 12 tahun anak-anak di Pulau Sebakatan sudah mampu meraih gelar MBA. Tapi MBA-nya married by accident (MBA). “Di sini sudah biasa mbak, perawan umur 12 tahun sudah kawin. Karena banyak yang mencontoh dari sinetron di televisi. Mereka biasanya pacaran dengan laki-lakinya dan berhubungan seks. Kalau sudah berhubungan seks, nanti mereka datang dan lapor ke Pak Kades, kalau mereka minta dinikahkan karena sudah berhubungan seks,” ungkap Siti Mariam, salah seorang penduduk di Pulau Sebakatan.

Mariam—sapaan akrabnya, juga mengatakan, warga Pulau Sebakatan lebih senang jika memiliki anak laki-laki. “Orang di sini (Pulau Sebakatan, Red) lebih senang kalau punya anak laki-laki. Karena bisa disuruh melaut jadi nelayan dan cari duit buat keluarga,” terangnya.

Perlu diketahui, minimnya taraf pendidikan di pulau Sebakatan, juga disertai dengan kurangnya pengetahuan mengenai negara Indonesia. Bahkan anak-anak di sana tidak tahu lagu Indonesia Raya dan Garuda Pancasila. Hal itu dibuktikan pada saat anak-anak berkumpul di sebuah lapangan bersama Telkomsel, dan anak-anak diminta bernyanyi lagu Indonesia Raya dan garuda Pancasila, mereka (Anak-anak, Red) hanya terdiam, dengan penuh keheranan dan mengatakan tidak tahu lagu tersebut. “Lagu yang lain aja bu. Lagu Ketahuan aja,” seru salah seorang anak kepada Corporate Communication Telkomsel Regional Kalimantan, Rina Dwi Noviani yang saat itu menjadi pemandu acara untuk anak-anak. Akhirnya, mereka menyanyikan lagu Ketahuan dengan sangat lancar dan dilanjutkan dengan lagu Lelaki Cadangan dari duo T2.

Ketika Post Metro menanyakan kepada Albar—sapaan akrab Kepala Desa mengenai hal tersebut, Albar menjelaskan hal itu disebabkan sumber pengetahuan dan pembelajaran bagi anak-anak di pulau Sebaktan hanya dari televisi. “Apa yang ada di televisi, akan mudahnya ditiru oleh anak-anak. Apalagi sebagian besar anak disini senang menonton sinetron,” papar dia.(*)

0 komentar: